Kala mentari mulai menampakkan wajahnya dengan berseri. Aku masih bersyukur karna aku kembali bangun dari terlelapnya malam tadi. Hari demi hari senantiasa kulalui, dengan wajah sedikit tersembunyi.
Bukan karena ku malu atas anugerah Illahi. Justru karena selama ini aku telah salah memanfaatkannya. Wajah ini sering kali kugadaikan demi kebahagiaan semu. Atas belaian dan kasih sayang fatamorgana mereka yang terhanyut akan topengnya.
Tadi pagi, kemaren dan sebelumnya. Godaan datang silih berganti. Memaksaku terpojok hampir ke batas tebing. Dan nyaris saja aku takluk dan kugapai uluran tangannya. Tidak hanya satu atau dua, tapi beberapa.
Sementara itu, pada tepian hati yang rapuh ini. Masih ada asa tuk membenamkan wajah pada hamparan sajadah. Melantunkan ayat-ayat cinta yang sulit tersingkap. Pada sosok yang dinanti, Sang Bidadari.
Mungkinkah bidadari itu kan datang secepatnya. Atau baru tiba saat mata tak lagi terbuka. Hingga terlambat adalah kata yang tepat. Untuk jiwa yang semakin lemah.
Wah, wah, wah. Dalem banget nih. Kelihatannya emang dari dalem relung hati yg terdalam ya ^_^.
Yach, lebih dalam lagi malah.
By: Brahm on Februari 4, 2008
at 10:13 am
Waah jangan banyak melamun, hidup semakin susah kalau banyak melamun jadi banyak yang terbuang, kecuali emang kerjaannya atau ingin menjadi penulis / pencipta lagu heee, semangat selalu ….
Salam,
Cak Arif
Iya nich Cak, bawaannya melamun terus. Ngelamunin gimana yach rasanya kalo jadi penulis.
By: arif hidayat on Februari 5, 2008
at 10:41 pm
Hmmm…kl bicara cinta keknya sampe ke ujung dunia pun ga akan habis yach mas,,,
Salam Kenal yach dari http://ikhy.wordpress.com 🙂
Mungkin, hehe. Salam kenal juga adeku.
By: ikhy on Februari 23, 2008
at 9:58 am
Hmmm…
Cukup satu kata…
Dalem…
Sedalem sumur apa lautan?
By: Heri Setiawan on Februari 26, 2008
at 8:18 pm
duh, bahasanya…
hehehe
Bahasanya seindah orangnya. Hehe.
By: wennyaulia on Februari 27, 2008
at 1:53 am