Dalam hingar bingar kota besar, Sang Ndeso masih melihat beberapa lelaki merapat dalam shaf menuju kemenangan. Wajah-wajahnya yang teduh karena terbiasa terbasuh oleh air yang mensucikan. Mereka larut dalam penghambaan di sela-sela kesibukan.
Tatapannya mengisyaratkan kasih. Buat mereka semua adalah saudara. Berjalan dalam koridor saling menghormati dan menyayangi adalah sebuah pesan perdamaian untuk dunia. Dan senyuman adalah awal sapaan kala kata belumlah terucap dengan lembutnya.
Sang Ndeso nyaris tak percaya atas apa yang dia saksikan. Sungguh tak seperti apa yang banyak sahabatnya katakan. Bahwa kota besar adalah kandang macan. Tak ada cinta dan belas kasihan. Tak ada kasih sayang dan persahabatan. Dan kita haruslah menjadi “Sang Penjahat” untuk menang.
Sang Ndeso semakin penasaran atas apa yang dia saksikan. Lalu dia mencoba mengamati sekitarnya. Dia lihat gedung-gedung menjulang tinggi menancapkan keangkuhan. Dan saat matanya menepi pada lalu lalang tadi. Dia melihat lelaki gagah dan perempuan cantik berjalan cepat dengan buku tebal di genggaman. Buku-buku cinta yang mencerahkan.
Dan kini dia pun mengerti, bahwa mereka mendapati pencerahan lewat buku-buku itu. Mereka menemukan cinta yang ditebarkan berjuta tinta. Cinta dari ujung pena sosok-sosok bersahaja.
Dan dia pun menebar tanya, “apakah di ujung pena kalian ada cinta?”
pertama:
sayangnya diujung penaku ada tinta neh…heheheee
By: jiwakelana on Juli 14, 2008
at 5:10 pm
cinta ku terdapat didalam hati..bukan diujung pena…
By: geiztia on Juli 14, 2008
at 5:27 pm
kalau diujung pena ada cinta..wah..bisa nyebarin cinta kemana2 dong..*pura2 oon..*
By: geiztia on Juli 14, 2008
at 5:28 pm
entahlah, pena saya gunakan buat menulis. menulis yang sering tidak penting
By: kishandono on Juli 14, 2008
at 5:30 pm
Diujung pena saya ada cinta. pastinya…
jika menulis dari hati semua yang tertuang didalamnya hidup dengan sentuhan pribadi yang berkarya dengan cita.
By: tukangobatbersahaja on Juli 14, 2008
at 5:41 pm
Bang A, yang pasti sang desa itu bukan sang khilaf kan…hehe
ujung penaku adalah “mak comblang” cinta yang ada dalam hatiku…. (maksudnya paan sih niya jdi bingun ndiri) 😀
By: Rita on Juli 14, 2008
at 6:08 pm
masih blm mudeng 😕
By: arifromdhoni on Juli 14, 2008
at 6:53 pm
Ujung pena, namun kini bisa sirna juga.
tapi cinta sejati tak perlu pengorbanan yang penuh arti…
By: Aulia on Juli 14, 2008
at 7:00 pm
dan endingnya, sang ndesa akhirnya ikut2an pergi ke perpustakaan utk membaca buku2 yang dia pahami. begitu, nggak, mas achoey?
By: Sawali Tuhusetya on Juli 14, 2008
at 7:20 pm
Di tombol kibor ada cinta juga.
By: Mang Kumlod on Juli 14, 2008
at 7:52 pm
Aku menulis dengan pena cinta, tapi bukan menulis surat cinta, sebab cintaku pada semua blogger tak perlu bersurat, cukup tersirat dalam komen mesti tak menyebut cinta, cintaku pada PC makin lengket, dulu tidak begitu cinta, aku suka menulis tentang cinta, kebetulan kini jatuh cinta pada WP, jadi pucuk dicinta ulam tiba, cinta….
By: ubadbmarko on Juli 14, 2008
at 7:52 pm
punten kang, kami relawan TReNDI, ingin memperkenalkan bloger yang akan menjadi walikota Bandung,
http://taufikurahman.wordpress.com
sekarang bisa dilihat juga
http://taufikurahman.com
DARI BLOGER UNTUK PERBAIKAN KOTA BANDUNG
mari bergabung dengan arus besar POLITIK PERBAIKAN dalam PERBAIKAN POLITIK menuju politik mensejahterakan masyarakat.
http://trendibandung.wordpress.com
By: error2succes on Juli 14, 2008
at 8:05 pm
klo guasih gak peke pena tanpa tinta aja
By: Ronggo Tunjung Anggoro on Juli 14, 2008
at 8:15 pm
yang ini bisa dikirim,,udah bagus gaya penulisannya,,teruskan,,makin banyak nulis makin bagus,,makin dapet gaya khas tulisan 🙂
selamat berkarya
By: yellashakti on Juli 14, 2008
at 8:23 pm
Kata pena, akulah raja didunia ini. Siapa yang mengambil aku dengan tangannya maka akan aku sampaikan kerjanya. (Syair Persia).
By: Rafki RS on Juli 14, 2008
at 8:39 pm
lho disini ndak ada pena adanya pensil sama bolpen… trus piye kang? masih dapet Mie Janda kan!?
By: anton ashardi on Juli 14, 2008
at 8:44 pm
ooohhh..
By: diorockout on Juli 14, 2008
at 10:21 pm
buku-buku cinta yang mencerahkan yang membuat ujung pena dipenuhi cinta
*belajar buku cinta yang mencerahkan..*
By: taliguci on Juli 14, 2008
at 10:49 pm
pena memang terkadang bisa membuat sesuatu yang sederhana menjadi sangat istimewa *cinta*, tapi bisa membuat itu menjadi buruk*surat cerai*
hihi…
By: cookie on Juli 14, 2008
at 11:44 pm
bukan hanya diujung pena, semoga kita (khususnya saya) “meletakkan” cinta disetiap ujung jemari-jemari tangan kita….
By: HILMAN on Juli 15, 2008
at 12:34 am
salam
kayaknya klo aku di ujung jari diatas keyboard ya 🙂
By: nenyok on Juli 15, 2008
at 12:55 am
kalo saya di ujung hape… soalnya ada tombol perintah buat send sms…
By: Abdee on Juli 15, 2008
at 1:42 am
diujung penamu ada masa depanmu *halah apaan coba*
By: yusdi on Juli 15, 2008
at 7:48 am
sebenarnya ada, tetapi Ndutz terlalu hina untuk dapat menggapainya 😦
By: AngelNdutz on Juli 15, 2008
at 8:04 am
🙂 selalu ada cinta di ujung pena..
By: yu2n on Juli 15, 2008
at 8:24 am
sik kak, tak tanya dulu ma pena ku
, waaa..sayang sekali penanya ketinggalan di kos 
By: amaliasolicha on Juli 15, 2008
at 12:49 pm
Diujung kantong bajuku bekas pena, biasanya yg tintanya mbleber…hehehehe
becanda saudaraku jangan diambil hati, ambil ampela aja, wkakakakakaka….
salam…..
By: indra1082 on Juli 15, 2008
at 1:12 pm
Ketika cinta ada dalam sebuah kata……….dan mengejewantah dalam nyata
By: Alex on Juli 15, 2008
at 1:15 pm
dan Ketika Ada Cinta di Ujung Pena………lalu bersemi dalam rasa bersaudara….
By: Alex on Juli 15, 2008
at 1:16 pm
lahh,kok diujung pena toh?
cinta ga usah nulis pake pena.
kan sekarang ada SMS!
wakakakakakak
oon mode : on
By: nana on Juli 15, 2008
at 2:41 pm
Sesungguhnya hanya Sang Ndeso yang tahu apa yang ia maksudkan, yang ia pikirkan.
(bilang aja males nebak!)
Btw, salam kenal juga! Thanks dah mampir.
By: SiCunit on Juli 15, 2008
at 3:26 pm
saya menulis dengan cinta Kang, tapi saya sudah jarang menulis pake pena..
jadi gimana kalo diganti “ketika ada cinta di atas keyboard”?
By: chic on Juli 15, 2008
at 5:00 pm
jadi bertanya2 , siaappa ya dia ????
By: realylife on Juli 15, 2008
at 6:14 pm
kalau hati sudah terisi cinta..
jangankan diujung pena…
didasar kata,
disemburat senja,
diramai kota,
diraut muka,
semuanya…..
CINTA.
By: arifrahmanlubis on Juli 16, 2008
at 9:59 am
ini yg nulis kaya’nya juga lagi ngarep cinta ya ? 😀
iya dong, kalo nggak cinta masak ya ngeblog, ya to mas ?
By: Jingga on Juli 16, 2008
at 11:01 am
Cinta … ah, entahlah 😦
By: Rindu on Juli 16, 2008
at 11:34 pm
apakah ujung penaku telah benar-benar terbalut oleh cinta?
entahlah…..
semoga saja masih tersimpan cinta dalam mengukir kata.
By: ahsinmuslim on Juli 17, 2008
at 10:15 am
wempi penanya sering hilang, sekarang malah males beli pena lagi en kecanduan minjam penanya orang malah
By: Wempi on Juli 17, 2008
at 11:28 am
Karena buku pun bisa mengibaskan resah pada setiap manusia di mana pun tempatnya.
By: Daniel Mahendra on Juli 17, 2008
at 7:18 pm
cinta bukan ada diujung pena, tapi pada si pemegang penanya…*kayanya gitu sich*
By: 1nd1r4 on Juli 17, 2008
at 8:32 pm
di ujung pena saya?
By: presty larasati on Juli 18, 2008
at 9:18 pm
bentar ya, akh.. presty cari dulu pena-nya…
By: presty larasati on Juli 18, 2008
at 9:19 pm
eh lupa, akh… presty g punya pena..
banyakan pensil ma spidol..
😆
penghapus juga ada, lo.. penggaris juga lengkap…
😆
😆
😆
By: presty larasati on Juli 18, 2008
at 9:20 pm